MAKALAMNEWS.ID - Dua tersangka kasus narkotika di Kabupaten Tanjung Jabung Barat diputuskan menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Jambi.
Mereka adalah Johan Budi Saputra Bin Suhardi Alm dan Maryanto Bin Efendi Alm.
Keduanya harus menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi selama 4 bulan.
Selain itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Prof Asep Mulyana didampingi Direktur B Wahyudi menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice (RJ) terhadap perkara tersebut.
Perkara penyalahgunaan narkotika ini diusulkan Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Jabung Barat.
Persetujuan penghentian penuntutan perkara ini diperoleh setelah mendengarkan pemaparan oleh Kepala Kejaksaan Tanjung Jabung Barat dan jajaran melalui sarana vicon pada Senin (10/2/2025).
Turut mengikuti ekpose dari Kejaksaan Tinggi Jambi yaitu Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi Riono Budisantoso didampingi Aspidum, Koordinator dan Para Kasi bidang Pidum Kejati Jambi.
Mulanya, pengusulan penghentian melalui mekanisme RJ ini dilakukan setelah Jaksa Penuntut Umum Kejari Tanjung Jabung Barat menerima pelimpahan tersangka Johan Budi Saputra Bin Suhardi Alm dan Maryanto Bin Efendi Alm yang disangka melanggar Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Atau Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Penghentian penuntutan terhadap tersangka tersebut dilakukan berdasarkan Aturan Pedoman Jaksa Agung No 18 tahun 2021 tentang penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif sebagai pelaksanaan asas dominus litis jaksa.
Penerapan restorative justice ini dilakukan sesuai dengan pedoman KejaksaanAgung RI.
Di mana, untuk kasus tertentu khususnya terkait pengguna narkotika, dapat diselesaikan melalui pendekatan pemulihan untuk mengurangi dampak negatif dari proses hukum konvensional.
Selain itu, hal ini juga bertujuan memberikan kesempatan kepada para pelaku untuk kembali ke masyarakat dengan kondisi yang lebih baik.
Dalam arahannya, Jampidum menegaskan, penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah masyarakat.
Melalui kebijakan restorative justice tersebut diambil dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kemanusiaan, efektivitas pemulihan, serta upaya memutus mata rantai penyalahgunaan narkotika di masyarakat.
Restorative Justice menjadi langkah progresif bagi kita semua untuk memastikan bahwa keadilan tidak hanya berorientasi pada hukuman, tetapi juga pemulihan, baik bagi pelaku maupun masyarakat secara keseluruhan.
Selanjutnya, Kejari Tanjung Jabung Barat bersama RS Jiwa Provinsi Jambi akan terus memantau proses rehabilitasi kedua tersangka untuk memastikan hasil yang maksimal dalam rangka pemulihan mereka. Kejaksaan Tinggi Jambi juga menegaskan komitmennya untuk terus mendukung program-program pemulihan bagi penyalahguna narkotika.
Untuk diketahui, hingga Februari 2025 Kejaksaan Tinggi Jambi baru empat kali melakukan penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice perkara narkotika.(*)
Social Header